Jumat, 07 April 2017

JENIS-JENIS PENELITIAN DI BIDANG KEILMUAN HUKUM

Setiap bidang ilmu pengetahuan memiliki metode sendiri dalam melakukan pengkajian atau pun penelitian untuk memecahkan setiap permasalahan yang terkait dengan bidang keilmuan tersebut. Dalam bidang ilmu hukum dikenal ada dua metode dalam melakukan penelitian yaitu metode penelitian hukum yang bersifat normatif, dan metode penelitian hukum yang bersifat empiris (sosiologis). mengenai kedua metode penelitian tersebut dapat diuraikan secara singkat sebagai berikut : 

PENELITIAN HUKUM NORMATIF

Pengertian

Menurut Peter Mahmud Marzuki (2011 : 35), penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu-isu hukum yang dihadapi. Hal ini sesuai dengan karakter preskriptif ilmu hukum.berbeda dengan penelitian yang dilakukan di dalam keilmuan yang bersifat deskriptif yang menguji kebenaran ada tidaknya suatu fakta yang disebabkan oleh suatu faktor tertentu, penelitian hukum dilakukan untuk menghasilkan argumentasi, teori atau konsep baru sebagai preskripsi dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi.Jika pada keilmuan yang bersifat deskriptif jawaban yang diharapkan adalah true atau false, jawaban yang diharapkan di dalam penelitian hukum adalah rigthappropriateinappropriate, atau wrong. dengan demikian dapat dikatakan bahwa hasil yang diperoleh di dalam penelitian hukum sudah mengandung nilai.

Berdasarkan pengertian tersebut, maka dapat diketahui bahwa sifat preskripsi dalam bidang keilmuan hukum, penelitian yang bersifat normatif adalah berusaha untuk mengkaji dan mendalami serta mencari jawaban tentang apa yang seharusnya dari setiap permasalahan. Berbeda dengan penelitian yang bersifat deskriptif yang hanya menjelaskan apa yang benar (true), dan apa yang salah (false) dari setiap permasalahan, serta faktor-faktor apa saja yang mempengaruhinya.

Jenis Pendekatan

Penelitian hukum mengenal beberapa pendekatan yang digunakan untuk mengkaji setiap permasalahan. jenis-jenis pendekatan tersebut adalah sebagai berikut :

1.     Pendekatan Undang-undang (statute approach)

Pendekatan undang-undang dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani(Ibid., 2011 : 93). Pendekatan perundang-undangan dalam penelitian hukum normatif memiliki kegunaan baik secara praktis maupun akademis.

Bagi penelitian untuk kegiatan praktis, pendekatan undang-undang ini akan membuka kesempatan bagi peneliti untuk mempelajari adakah konsistensi dan kesesuaian antara suatu undang-undang dengan undang-undang lainnya atau antara undang-undang dengan Undang-Undang Dasar atau regulasi dan undang-undang. Hasil dari telaah tersebut merupakan suatu argumen untuk memecahkan isu yang dihadapi. (Ibid., 2011 : 93-94)

Bagi penelitian untuk kegiatan akademis, peneliti perlu mencari ratio legis dan dasar ontologis lahirnya undang-undang tersebut. Dengan mempelajari ratio legis dan dasar ontologis suatu undang-undang, peneliti sebenarnya mampu mengungkap kandungan filosofis yang ada di belakang undang-undang itu. Memahami kandungan filosofis yang ada di belakang undang-undang itu, peneliti tersebut akan dapat menyimpulkan mengenai ada tidaknya benturan filosofis antara undang-undang dengan isu yang dihadapi. (Ibid.)

2.     Pendekatan Kasus (Case Approach)

Pendekatan kasus dilakukan dengan cara menelaah kasus-kasus terkait dengan isu yang sedang dihadapi, dan telah menjadi putusan yang mempunyai kekuatan hukum tetap. Kasus ini dapat berupa kasus yang terjadi di Indonesia maupun di negara lain. Yang menjadi kajian pokok di dalam pendekatan kasus adalah rasio decidendi atau reasoning yaitu pertimbangan pengadilan untuk sampai kepada suatu putusan. (Ibid., 2011 : 94)

Secara praktis ataupun akademis, pendekatan kasus mempunyai kegunaan dalam mengkaji rasio decidendi atau reasoning tersebut merupakan referensi bagi penyusunan argumentasi dalam pemecahan isu hukum. Perlu pula dikemukakan bahwa pendekatan kasus tidak sama dengan studi kasus (case study). Di dalam pendekatan kasus (case approach), beberapa kasus ditelaah untuk referensi bagi suatu isu hukum. Sedangkan Studi kasus merupakan suatu studi dari berbagai aspek hukum. (Ibid.)

3.     Pendekatan Historis (Historical Approach)

Pendekatan historis dilakukan dengan menelaah latar belakang apa yang dipelajari dan perkembangan pengaturan mengenai isu hukum yang dihadapi. Telaah demikian diperlukan oleh peneliti untuk mengungkap filosofi dan pola pikir yang melahirkan sesuatu yang sedang dipelajari. Pendekatan historis ini diperlukan kalau memang peneliti menganggap bahwa pengungkapan filosofis dan pola pikir ketika sesuatu yang dipelajari itu dilahirkan, dan memang mempunyai relevansi dengan masa kini. (Ibid., 2011 : 94-95)

4.     Pendekatan Komparatif (Comparative Approach)

Pendekatan komparatif dilakukan dengan membandingkan undang-undang suatu negara, dengan undang-undang dari satu atau lebih negara lain mengenai hal yang sama. Selain itu, dapat juga diperbandingkan di samping undang-undang yaitu putusan pengadilan di beberapa negara untuk kasus yang sama. (Ibid., 2011 : 95)

Kegunaan dalam pendekatan ini adalah untuk memperoleh persamaan dan perbedaan di antara undang-undang tersebut. Hal ini untuk menjawab mengenai isu hukum antara ketentuan undang-undang dengan filosofi yang melahirkan undang-undang itu. Dengan demikian perbandingan tersebut, peneliti akan memperoleh gambaran mengenai konsistensi antara filosofi dan undang-undang di beberapa negara. Hal ini sama juga dapat dilakukan dengan memperbandingkan putusan pengadilan antara suatu negara dengan negara lain untuk kasus serupa. (Ibid.)

5.     Pendekatan Konseptual (Conceptual Approach)

Pendekatan konseptual beranjak dari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang di dalam ilmu hukum. dengan mempelajari pandang-pandangan dan doktrin-doktrin di dalam ilmu hukum, peneliti akan menemukan ide-ide yang melahirkan pengertian-pengertian hukum, konsep-konsep hukum, dan asas-asas hukum relevan dengan isu yang dihadapi. Pemahaman akan pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin tersebut merupakan sandaran bagi peneliti dalam membangun suatu argumentasi hukum dalam memecahkan isu yang dihadapi. (Ibid.)

Berkaitan dengan uraian mengenai pendekatan-pendekatan yang digunakan dalam melakukan penelitian hukum, penulis sedikit tertarik dengan dua macam pendekatan, yaitu pendekatan historis (sejarah) dan pendekatan komparatif (perbandingan). Peter de Cruz mempunyai pendapat lain terhadap kedua macam pendekatan tersebut. Dalam bukunya yang berjudul Comperative Law in a Changing World yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi “Perbandingan Sistem Hukum Common LawCivil Law, dan Socialist Law” (2010 : 14), menjelaskan bahwa sejarah hukum adalah sebuah kondisi yang sangat vital  bagi sebuah evolusi kritis terhadap hukum dan sebuah pemahaman tentang pengoperasian konsep-konsep hukum yang merupakan tujuan utama dari hukum komparatif. Seperti itu yang telah ditemukan oleh sejumlah ahli hukum, sejarah hukum komparatif adalah hukum komparatif vertikal, dan perbandingan dari sistem-sistem hukum modern adalah hukum komparatif horizontal.

Berdasarkan pendapat Peter de Cruz di atas, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa pendekatan historis merupakan pendekatan perbandingan yang bersifat horizontal, yaitu mempelajari sejarah terciptanya suatu norma  yang tertuang di dalam suatu perundang-undangan. Sedangkan pendekatan komparatif itu sendiri bersifat vertikal, yaitu pendekatan yang mempelajari perbandingan norma dalam undang-undang antara sistem hukum di beberapa negara. Untuk itu penulis dapat memberi pendapat bahwa, pendekatan historis dan komparatif merupakan satu kesatuan dari perbandingan sistem hukum.

Selain pendekatan-pendekatan dalam melakukan penelitian hukum tersebut di atas, menurut Johnny Ibrahim (2012) pendekatan lainnya yang digunakan dalam melakukan penelitian hukum selain yang disebutkan oleh Peter Mahmud Marzuki yaitu Pendekatan Analitis (analytical approach) dan Pendekatan Filsafat (Philosophical Approach).
Maksud utama dari Pendekatan analisis terhadap bahan hukum adalah mengetahui makna yang dikandung oleh istilah-istilah yang digunakan dalam aturan perundang-undangan secara konsepsional, sekaligus mengetahui penerapan dalam praktik dan putusan-putusan hukum. hal ini dilakukan melalui dua pemeriksaan. pertama, sang peneliti berusaha memperoleh makna baru yang terkandung dalam aturan hukum yang bersangkutan. kedua, mengkaji istilah-istilah hukum tersebut dalam praktek melalui analisis terhadap putusan-putusan hukum. (Johnny Ibrahim, 2012 : 310)

Pengertian hukum (rechtsbegrip) menduduki tempat penting, baik yang tersimbolkan dalam kata yang digunakan maupun yang tersusun dalam sebuah aturan hukum, tidak jarang sebuah kata atau definisi yang terdapat dalam sebuah rumusan aturan hukum tidak jelas maknanya. kemungkinan, makna yang pernah diberikan kepada suata kata atau definisi tersebut sudah tidak memadai, baik oleh perkembangan zaman atau untuk memenuhi kepentingan sifat sebuah system yang all-inclusive sehingga diperlukan pemberian makna yang baru pada kata atau definisi yang ada, karena ketepatan makna diperlukan demi kepastian hukum sementara itu menemukan makna (begrip) pada kata atau sefinisi hukum merupakan kegiatan keilmuan hukum aspek normatif. (Ibid., hal. 310-311)

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pada dasarnya tugas analisis hukum adalah menganalisis pengertian hukum, asas hukum, kaidah hukum, sistem hukum, dan berbagai konsep yuridis. Misalnya, konsep yuridis tentang subyek hukum, obyek hukum, hak milik, perkawinan, perjanjian, perikatan, hubungan kerja, jual beli, wanprestasi, perbuatan melanggar hukum, delik dan sebagainya. (Ibid., hal. 311)

Pendekatan yang selanjutnya digunakan dalam penelitian adalah pedekatan filsafat. Dengan sifat filsafat yang menyeluruh, mendasar, dan spekulatif, penjelajah filsafat akan mengupas isu hukum (legal issue) dalam penelitian normatif secara radikal dan mengupas secara mendalam. Socrates pernah mengatakan bahwa tugas filsafat sebenarnya bukan menjawap pertanyaan yang diajukan, tetapi mempersoalkan jawaban yang diberikan. dengan demikian penjelajahan dalam filsafat meliputi ajaran ontologis, ajaran tentang hakikat, aksiologis (ajaran tentang nilai), epistimolois (ajaran tentang pengetahuan), telelogis (ajaran tentang tujuan) untuk menjelaskan secara mendalam sejauh dimungkinkan oleh pencapaian pengetahuan manusia. (Ibid., hal. 320)

Pengetahuan filsafat dimulai dengan sikap ilmuan yang rendah hati, berani mengoreksi diri, berterus terang dalam memberikan dasar pembenaran terhadap njawaban atas pertanyaan apakah ilmu yang dikuasai saat ini telah mencakup segenap pengetahuan yang ada, pada batasan manakah ilmu itu dimulai dan pada batasan mana ia berhenti, dan apakah kelebihan dan kekurangan ilmu itu. (Ibid.)

Berdasarkan ciri filsafat tersebut, dibantu dengan pendekatan (approach) yang tepat, seyogyanya dapat dilakukan apa yang dinamakan oleh Ziegler sebagai Fundamental Research, yaitu suatu penelitian yang memperoleh pemahaman yang lebih mendalam terhadap imlikasi sosial dan efek penerapan suatu aturan perundang-undangan terhadap masyarakat atau kelompok masyarakat yang melibatkan penelitian terhadap sejarah, filsafat, ilmu bahasa, ekonomi serta implikasi sosial, dan politik terhadap pemberlakuan suatu aturan hukum.(Ibid., hal. 320-321)

Sumber-sumber Dalam Penelitian hukum 

Setiap penelitian ilmiah mempunyai sumber-sumber sebagai bahan rujukan guna mendukung argumentasi peneliti. Berbeda dengan sumber-sumber rujukan yang ada pada penelitian di bidang ilmu lain, dalam penelitian hukum yang bersifat normatif tidak mengenal adanya data (Ibid., 2011 : 141). Sumber rujukan penelitian hukum normatif sendiri berasal dari bahan hukum yang penulis sebagai berikut:

 1.      Bahan hukum primer

Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif artinya mempunyai otoritas. Bahan hukum primer terdiri dari perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan undang-undang dan putusan-putusan hakim. Untuk bahan hukum primer yang memiliki otoritas tertinggi adalah Undang-Undang Dasar (UUD) karena semua peraturan di bawahnya baik isi maupun jiwanya tidak boleh bertentangan dengan UUD. Bahan hukum primer yang selanjutnya adalah undang-undang. Undang-undang merupakan kesepakatan antara pemerintah dan rakyat sehingga mempunyai kekuatan hukum mengikat untuk penyelenggaraan kehidupan bernegara. Sejalan dengan undang-undang, untuk tingkat daerah adalah Peraturan Daerah (Perda) yang mempunyai otoritas tertinggi untuk tingkat daerahnya karena dibuat oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan daerah. Bahan hukum primer yang dibawah otoritas undang-undang adalah Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden atau peraturan suatu Badan atau Lembaga Negara sebagai mana disebutkan dalam Pasal 7 Ayat (4) Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Sedangkan untuk tingkat daerah, Keputusan Kepala Daerah mempunyai otoritas yang lebih rendah dibandingkan Perda. (Ibid., 2011 : 141-142)

Bahan hukum primer disamping perundang-undangan yang memiliki otoritas adalah putusan pengadilan. Putusan pengadilan merupakan konkretisasi dari perundang-undangan. Putusan pengadilan inilah sebenarnya merupakan law ini action. (Ibid.

2.      Bahan Hukum Sekunder 

Bahan hukum sekunder adalah semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi. Publikasi tentang hukum meliputi buku-buku teks, kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum, dan komentar-komentar atas putusan pengadilan. (Loc.Cit.)

Menurut penulis, bahan hukum sekunder pula memiliki tingkatan yang didasarkan pada jenisnya. Hal tersebut dapat diketahui bahwa bahan hukum sekunder yang utama adalah buku teks karena buku teks berisi mengenai prinsip-prinsip dasar ilmu hukum dan pandangan-pandangan klasik para sarjana yang mempunyai kualifikasi tinggi (Ibid.2013 : 142). Disamping buku teks, bahan hukum sekunder dapat berupa tulisan-tulisan baik tentang hukum dalam buku atau-pun jurnal-jurnal. Tulisan-tulisan hukum tersebut berisi tentang perkembangan atau isu-isu aktual mengenai hukum bidang tertentu (Ibid. 2013 : 143).

     Selain kedua jenis bahan hukum tersebut di atas, untuk keper-lukan penelitian seorang peneliti dapat pula merujuk beberapa rujukan yang berasal dari bahan-bahan non-hukum. Menurut Peter Mahmud Marzuki (Ibid.), bahan-bahan non hukum dapat berupa buku-buku mengenai Ilmu Politik, Ekonomi, Sosiologi, Filsafat, Kebudayaan, atau pun laporan penelitian non-hukum dan jurnal-jurnal non-hukum sepanjang mempunyai relevansi dengan topik penelitian. Relevan atau tidaknya bahan-bahan non-hukum bergantung dari peneliti terhadap bahan-bahan itu.

Bersambung………………………

Daftar Pustaka :

de Cruz, Peter. 2010, Perbandingan Sistem Hukum (terjemahan dari Comperative Law in a Changing World), Bandung : Nusa Media.
Johnny Ibrahim, 2012, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, cetakan ke-6, Malang : Bayumedia Publishing.
Marzuki, Peter Mahmud. 2011, Penelitian Hukum, cetakan ke-11, Jakarta : Kencana.

Sumber: http://fikripodungge.blogspot.co.id/2014/09/metode-penelitian-hukum.html?m=1

Tidak ada komentar:

Posting Komentar