Minggu, 04 Maret 2018

Resume Hukum Administrasi Negara

Hukum Administrasi Negara adalah Peraturan hukum mengenai administrasi dalam suatu negara, dimana hubungan antar warga negara dan pemerintahannya dapat berjalan dengan baik dan aman.Hukum Administrasi Negara adalah peraturan-peraturan mengenai segala hal ihwal penyelenggaran negara yang dilakukan oleh aparatur negara guna mencapai tujuan negara.

Pengertian Hukum Administrasi Negara

Pengertian Hukum Administrasi Negara adalah seperangkat peraturan hukum yang mengatur dan mengikat tentang bagaimana cara bekerjanya lembaga-lembaga atau alat-alat administrasi Negara dalam memenuhi tugas, fungsi, wewenang masing-masing, dan hubungan dengan lembaga atau alat perlengkapan Negara lain serta hubungan dengan masyarakat dalam melayani warga Negara.

Dalam arti luas Hukum Administrasi Negara terbagi menjadi hukum tata pemerintah, hukum tata usahan Negara dan Hukum administrasi Negara dalam arti sempit. Hukum administrasi Negara merupakan suatu bidang pengaturan hukum yang sangat penting dalam penyelenggaraan pemerintahan.

Istilah Hukum Administrasi Negara (yang dengan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 0198/LI/1972 tentang Pedoman Mengenai Kurikulum Minimal Fakultas Hukum Negeri maupun Swasta di Indonesia, dalam pasal 5 disebutHukum Tata Pemerintahan) berasal dari bahasa Belanda Administratiefrecht, Administrative Law (Inggris), Droit Administratief (Perancis), atau Verwaltungsrecht(Jerman). Dalam Keputusan Dirjen Dikti Depdikbud No. 30/DJ/Kep/1983 tentang Kurikulum Inti Program Pendidikan Sarjana Bidang Hukum disebut dengan istilah Hukum Administrasi Negara Indonesia, sedangkan dalam Keputusan Dirjen Dikti No. 02/DJ/Kep/1991, mata kuliah ini dinamakan Asas-Asas Hukum Administrasi Negara. Dalam rapat dosen Fakultas Hukum Negeri seluruh Indonesia pada bulan Maret 1973 di Cibulan, diputuskan bahwa sebaiknya istilah yang dipakai adalah “Hukum Administrasi Negara”, dengan tidak menutup kemungkinan penggunaan istilah lain seperti Hukum Tata Usaha Negara, Hukum Tata Pemerintahan atau lainnya. Alasan penggunaan istilah Hukum Administrasi Negara ini adalah bahwa Hukum Administrasi Negara merupakan istilah yang luas pengertiannya sehingga membuka kemungkinan ke arah pengembangan yang sesuai dengan perkembangan dan kemajuan negara Republik Indonesia ke depan. Dan berdasarkan Kurikulum Program Sarjana Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Dirjen Dikti Depdiknas tahun 2000, mata kuliah ini disebut Hukum Administrasi Negara dengan bobot 2 SKS.

Hukum Administrasi Negara sebagai salah satu bidang ilmu pengetahuan hukum; dan oleh karena hukum itu sukar dirumuskan dalam suatu definisi yang tepat, maka demikian pula halnya dengan Hukum Administrasi Negara juga sukar diadakan suatu perumusan yang sesuai dan tepat. Mengenai Hukum Administrasi Negara para sarjana hukum di negeri Belanda selalu berpegang pada paham Thorbecke, beliau dikenal sebagai Bapak Sistematik Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara. Adapun salah satu muridnya adalah Oppenheim, yang juga memiliki murid Mr. C. Van Vollenhoven. Thorbecke menulis buku yang berjudul Aantekeningen op de Grondwet(Catatan atas undang-undang dasar) yang pada pokoknya isi buku ini mengkritik kebijaksanaan Raja Belanda Willem I, Thorbecke adalah orang yang pertama kali mengadakan organisasi pemerintahan atau mengadakan sistem pemerintahan di Belanda, dimana pada saat itu Raja Willem I memerintah menurut kehendaknya sendiri pemerintahan di Den Haag, membentuk dan mengubah kementerian-kementerian menurut orang-orang dalam pemerintahan.

Pengertian Menurut para Ahli

Hukum administrasi negara adalah peraturan hukum yang mengatur administrasi, yaitu hubungan antara warga negara dan pemerintahnya yang menjadi sebab hingga negara itu berfungsi. (R. Abdoel Djamali).

Hukum administrasi negara adalah keseluruhan aturan hukum yang mengatur bagaimana negara sebagai penguasa menjalankan usaha-usaha untuk memenuhi tugasnya. (Kusumadi Poedjosewojo.)

Hukum administrasi negara adalah hukum yang menguji hubungan hukum istinewa yang diadakan, akan kemungkinan para pejabat melakukan tugas mereka yang khusus. (E. Utrecht.)

Hukum administrasi negara adalah keseluruhan aturan yang harus diperhatikan oleh para pengusaha yang diserahi tugas pemerintahan dalam menjalankan tugasnya. (Van Apeldoorn.)

Hukum administrasi negara adalah hukum yang mengatur tentang hubungan-hubungan hukum antara jabatan-jabatan dalam negara dengan warga masyarakat. (Djokosutono.)

Istilah hukum administrasi negara adalah terjemahan dari istilah Administrasi recht (bahasa Belanda).

Objek Hukum Administrasi Negara
Definisi obyek adalah pokok permasalahan yang akan dibicarakan. Dengan definisi tersebut, yang dimaksud obyek hukum administrasi negara adalah segala pokok permasalahan/pembahasan yang akan dikaji dalam hukum administrasi negara.
mengambil pendapat dari Prof. Djokosutono, S.H., bahwa hukum administrasi negara adalah hukum yang mengatur hubungan hukum antara jabatan-jabatan dalam negara dan para warga masyarakat, maka dapat kita ambil kesimpulan bahwa obyek hukum administrasi negara adalah pemegang jabatan atau penguasa dalam negara itu serta alat-alat perlengkapan negara dan warga masyarakat.
Pendapat lain membicarakan bahwa sebenarnya obyek hukum administrasi negara adalah sama dengan obyek hukum tatanegara, yaitu negara(pendapat Soehino, S.H.). pendapat demikian dilandasi alasan bahwa hukum administrasi negara dan hukum tata negara sama-sama mengatur negara. Namun, kedua hukum tersebut berbeda, yaitu hukum administrasi negara mengkaji negara dalam keadaan bergerak atau negara tersebut dalam keadaan hidup. Hal ini berarti bahwa jabatan-jabatan atau alat-alat perlengkapan negara yang ada pada negara telah melaksanakan tugasnya sesuai dengan dengan fungsinya masing-masing guna mencapai tujuan kemakmuran untuk rakyat. sedangkan hukum tatanegara mengkaji negara dalam keadaan diam atau dapat disebut negara itu belum hidup sebagaimana mestinya. Hal ini berarti bahwa alat-alat perlengkapan negara yang ada belum menjalankan fungsinya. Atau dapat disumpulkan bahwa hukum tatanegara adalah penyedia alat, dan Hukum Administrasi negara adalah penggerak alat tersebut dalam konteks kenegaraan. Dari penjelasan diatas dapat diketahui tentang perbedaan dan hubungan antara hukum administrasi negara dan hukum tatanegara.

Subjek Hukum Administrasi Negara

Secara Universal subyek Hukum  diartikan sebagai pendukung hak dan kewajiban antara manusia dan badan hukum. Subyek hukum sangat berperan penting dalam bidang hukum, khusus hukum keperdataan karena dari subyek hukum tersebut bisa diperoleh kepastian/wewenang hukum. Menurut ketentuan hukum, dikenal dua macam subyek hukum yaitu manusia dan Badan Hukum.

Mengambil dari pengertian subyek hukum secara Universal dapat diambil kesimpulan bahwa Subyek Hukum Administrasi Negara adalah manusia/rakyat dan badan Hukum diwilayah negara itu.

Ruang Lingkup Hukum Administrasi Negara

Ruang lingkup HAN menurut Walther Burckharlt (swiss)

bidang-bidang pokok hukum administrasi negara meliputi :

Hukum Kepolisian, dalam arti sebagai alat administrasi negara yang bersifat preventif.Hukum Kelembagaan, yaitu administrasi wajib mengatur hubungan hukum sesuai dengan tugas penyelenggaraan kesejahteraan rakyatHukum Keuangan, yaitu aturan aturan tentang keuangan Negara misal pajak, peredaran uang, dan sebagainya.

Ruang Lingkup Hukum Administrasi Negara menurut Prajudi Atmosudirdjo

Hukum tentang dasar-dasar dan prinsip-prinsip umum mengenai Administrasi NegaraHukum tentang organisasi dari Administrasi NegaraHukum tentang aktifitas-aktifitas dari Administrasi Negara yang bersifat yuridis (hukum)Hukum tentang sarana-sarana Administrasi Negara terutama mengenai kepegawaian dan keuangan NegaraHukum Administrasi Pemerintahan daerah dan wilayah yang dibagi menjadi :

Hukum Administrasi kepegawaianHukum Administrasi keuanganHukum Administrasi materiilHukum Administrasi perusahaan Negara (BUMN)Hukum tentang peradilan Administrasi Negara


Perbedaan Hukum Administrasi Negara (HAN) dan Hukum Tata Negara (HTN)

Fokus utama dalam memplajari HAN lebih mengutamakan kelanjutan dari struktur negara (yang menjadi fokus dalam HTN),yaitu bagaimana berfungsinya lembaga-lembaga negara dalam menjalankan apa yang menjadi fungsi, kewenagan, dan tugas-tugasnya. Tema-tema yang mendominasi dalam materi pelajaran HAN adalah hubungan antara negara (khususnya pemeruntah) dengan warga negara (hubungan hukum pertikal denganhukum publik).

Letak Hukum Administrasi Negara dalam Sistematika Ilmu Hukum

Ilmu Hukum Administrasi Negara adalah suatu sistem ilmiah dan merupakan salah satu cabang ilmu Hukum yang lambat laun yang merupakan suatu displin hukum tersendiri. Dengan memperlakukan hukum Administrasi negara sebagai suatu disiplin ilmiah, maka kita menerima dua hal, yaitu:
a. Menerima Hukum Administrasi Negara sebagai objek dari studi dan pendidikan ilmiah;
b. Menerima Hukum Administrasi Negara sebagai suatu kesatuan dari aturan hukum tertentu yang memerlukan metode tersendiri.

Hubungan Hukum Administrasi Negara Dengan Ilmu Pengetahuan Lainnya
Hubungan Administrasi Negara dengan Ilmu-ilmu Lain
1. Administrasi negara, sebagai salah satu cabang dari ilmu sosial,  kehidupannya berlangsung dalam suatu lingkungan sosial tertentu,  sehingga perwujudan aktivitasnya senantiasa berhubungan erat dengan
berbagai cabang ilmu sosial,khususnya dengan ilmu sejarah, antropologi  budaya, ilmu ekonomi, administrasiniaga, ilmu jiwa, sosiologi dan ilmu
politik.
2. Perspektif administrasi negara akan lebih gampang diungkapkan  Dengan mempergunakan analisis sejarah dan antropologi budaya.  Penggunaan analisisantropologi budaya akan melengkapi analisis
sejarah.
3. Ilmu ekonomi menyumbangkan analisis biaya dan manfaat, sedang  administrasiniaga menyumbangkan konsep PPBS dan makna Gerakan  Manajemen Ilmiahkepada administrasi negara. Sementara ilmu jiwa  membantu untuk memahamiindividu dalam situasi administrasi.
4. Sosiologi telah memberikan pambahasan yang mendalam mengenai  birokrasi dan kooptasi, yang merupakan hal-hal yang amat menonjol  dalam studi administrasi.

Hubungan Hukum Administrasi Negera dengan Ilmu Politik

1. Hubungan antara administrasi negara dan ilmu politik telah berjalan lama, karena secara praktis tidak terbatas yang tegas antara politik dan administrasi.
2. Orientasi politik dalam studi administrasi negara meletakkan administrasi negara sebagai satu elemen dalam proses pemerintahan. Administrasi negara dipandang sebagai satu aspek dari proses polotik dan sebagai bagian dari sistem pemerintahan.
3. Munculnya dikhotomi politik-adaministrasi sebenarnya merupakan gerakan koreksi terhadap buruknya karakter pemerintahan.
4. Dalam perkembangannya,orientasi politik dalam studi administrasi negara di kombinasikan dengan orientasi manajerial yang dikenal dengan orientasi politik manajerial, dan orientasi sosio-psikologis yang dikenal dengan orientasi politik-sosio-psikologis.

Sumber Hukum Administrasi Negara

Sumber hukum, dapat dibagi atas dua yaitu:

Sumber Hukum Materiil Sumber Hukum Formil.

Sumber Hukum Materiil yaitu factor-faktor yang membantu isi dari hukum itu, ini dapat ditinjau dari segi sejarah, filsafat, agama, sosiologi, dll.

Sedangkan Sumber Hukum Formil, yaitu sumber hukum yang dilihat dari cara terbentuknya hukum, ada beberapa bentuk hukum yaitu undang-undang, yurisprudensi, kebiasaan, doktrin, traktat.

Menurut Algra sebagaimana dikutip oleh Sudikno (1986: 63), membagi sumber hukum menjadi dua yaitu sumber hukum materiil dan sumber hukum formil.

1) Sumber Hukum Materiil, ialah tempat dimana hukum itu diambil. Sumber hukum materiil ini merupakan factor yang membantu pembentukan hukum, misalnya hubungan social politik, situasi social ekonomi, pandangan keagamaan dan kesusilaan, hasil penelitian ilmiah, perkembangan internasional, keadaan geografis.

Contoh: Seorang ahli ekonomi akan mengatakan bahwa kebutuhan-kebutuhan ekonomi dalam masyarakat itulah yang menyebabkan timbulna hukum. Sedangkan bagi seorang ahli kemasyarakatan (sosiolog) akan mengatakan bahwa yang menjadi sumber hukum ialah peristiwa-peristiwa yang terjadi di dalam masyarakat.

2) Sumber Hukum Formal, ialah tempat atau sumber darimana suatu peraturan memperoleh kekuatan hukum. Ini berkaitan dengan bentuk atau cara yang menyebabkan peraturan hukum itu berlaku secara formal.

Van Apeldoorn dalam R. Soeroso (2005:118), membedakan empat macam sumber hukum, yaitu:

1) Sumber hukum dalam arti sejarah, yaitu tempat kita dapat menemukan hukumnya dalam sejarah atau dari segi historis. Sumber hukum dalam arti sejarah ini dibagi menjadi dua yaitu:
a. Sumber hukum yang merupakan tempat dapat diketemukan atau dikenalnya hukum secara historis, dokumen-dokumen kuno, lontar dan sebagainya.
b. Sumber hukum yang merupakan tempat pembentukan undang-undang mengambil bahannya.

2) Sumber hukum dalam arti sosiologis (teleologis) merupakan faktor-faktor yang menentukan isi hukum positif, seperti misalnya keadaan agama, pandangan agama, dan sebagainya.

3) Sumber hukum dalam arti filosofis, dibagi menjadi dua yaitu:
a. Sumber isi hukum, disini ditanyakan isi hukum itu asalnya dari mana. Ada tiga pandangan yang mencoba menjawab tantangan pertanyaan ini yaitu:
1. Pandangan teoritis, yaitu pandangan bahwa isi hukum berasal dari Tuhan
2. Pandangan hukum kodrat, yaitu pandangan bahwa isi hukum berasal dari akal manusia
3. Pandangan mazhab historis, yaitu pandangan bahwa isi hukum berasal dari kesadaran hukum.
b. Sumber kekuatan mengikat dari hukum, mengapa hukum mempunyai kekuatan mengikat, mengapa kita tunduk pada hukum. Kekuatan mengikat dari kaedah hukum bukan semata-mata didasarkan pada kekuatan yang bersifat memaksa, tetapi karena kebanyakan orang didorong oleh alasan kesusilaan atau kepercayaan.

4) Sumber hukum dalam arti formil, yaitu sumber hukum yang dilihat dari cara terjadinya hukum positif merupakan fakta yang menimbulkan hukum yang berlaku yang mengikat hakim dan masyarakat. Isinya timbul dari kesadaran masyarakat. Agar dapat berupa peraturan tentang tingkah laku harus dituangkan dalam bentuk undang-undang, kebiasaan dan traktat atau perjanjian antar negara.

Marhaenis (1981:46), membedakan sumber hukum menjadi dua yaitu sumber hukum ditinjau dari Filosofis Idiologis dan sumber hukum dari segi Yuridis.

1) Sumber Hukum Filosofis Idiologis, ialah sumber hukum yang dilihat dari kepentingan individu, nasional, atau internasional sesuai dengan falsafah dan idiologi (way of life) dari suatu Negara Seperti liberalisme, komunisme, leninisme, Pancasila.

2) Sumber Hukum Yuridis, merupakan penerapan dan penjabaran langsung dari sumber hukum segi filosofis idiologis, yang diadakan pembedaan antara sumber hukum formal dan sumber hukum materiil.

a. Sumber Hukum Materiil, ialah sumber hukum yang dilihat dari segi isinya misalnya: KUHP segi materiilnya ialah mengatur tentang pidana umum, kejahatan, dan pelanggaran. KUHPerdata, dari segi materiilnya mengatur tentang masalah orang sebagai subyek hukum, barang sebagai obyek hukum, perikatan, perjanjian, pembuktian, dan kadaluarsa.

b. Sumber Hukum Formal, adalah sumber hukum dilihat dari segi yuridis dalam arti formal yaitu umber hukum dari segi bentuknya yang lazim terdiri dari: Undang-Undang, Kebiasaan, Traktat, Yurisprudensi, Traktat.

Sebagai sumber hukum formil dari Hukum Administrasi Negara menurut E. Utrecht., ialah:

1. Undang-undang/Hukum Administrasi Negara Tertulis
2. Praktek Administrasi Negara (Hukum Administrasi Negara yang merupakan Hukum Kebiasaan)
3. Yurisprudensi baik keputusan yang diberi kesempatan banding (oleh Hakim ataupun yang tidak ada banding oleh Administrasi negara tersebut)

  1. Doktrin/Pendapat para ahli Hukum Administrasi Negara1) Undang-Undang (Statute)
    Yaitu peraturan tertulis yang dibuat oleh alat perlengkapan Negara, dan tercantum dalam peraturan perundang-undangan. Menurut BUYS, undang-undang ini mempunyai dua arti yakni:Undang-Undang dalam arti formil, yaitu setiap keputusan yang merupakan undang-undang karena cara pembuatannya. Di Indonesia UU dalam arti formil ditetapkan oleh presiden bersama-sama DPR, contoh UUPA, UU tentang APBN, dll.Undang-Undang dalam arti materiil, yaitu setiap keputusan pemerintah yang menurut isinya mengikat langsung setiap penduduk. Contoh: UUPA ditinjau dari segi kekuatan mengikatnya undang-undang ini mengikat setiap WNI di bidang agraria.

    Berdasarkan amandemen pertama UUD 1945 pada Pasal 5 ayat 1 ditegaskan bahwa “Presiden berhak mengajukan rancangan undang-undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat”. Kemudian dalam Pasal 20 ayat 1 disebutkan bahwa “Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk undang-undang”. Dan selanjutnya berdasarkan Pasal 20 ayat 2 disebutkan bahwa “Setiap rancangan undang-undang dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama”.

    2) Kebiasaan (Costum)
    Yaitu perbuatan manusia yang tetap dilakukan berulang-ulang dalam hal yang sama. Apabila suatu kebiasaan tertentu diterima oleh masyarakat, dan kebiasaan itu selalu berulang-ulang dilakukan sedemikian rupa, sehingga tindakan yang berlawanan dengan kebiasaan itu dirasakan sebagai pelanggaran perasaan hukum, maka dengan demikian timbulah suatu kebiasaan hukum, yang oleh pergaulan hidup dipandang sebagai hukum.

    Tidak semua kebiasaan itu mengandung hukum yang baik dan adil. Oleh karena itu belum tentu suatu kebiasaan atau adat istiadat itu pasti menjadi sumber hukum. Hanya kebiasan-kebiasaan dan adat istiadat yang baik dan diterima masyarakat yang sesuai dengan kepribadian masyarakat tersebutlah yang kemudian berkembang menjadi hukum kebiasaan. Sebaliknya ada kebiasaan-kebiasaan yang tidak baik dan ditolak oleh masyarakat, dan ini tentunya tidak akan menjadi hukum kebiasaan masyarakat, sebagai contoh: kebiasaan begadang, berpakaian seronok, dan sebagainya.

    Sudikno (1986: 84) menyebutkan bahwa untuk timbulnya kebiasaan diperlukan beberapa syarat tertentu yaitu:
    a. Syarat materiil
    Adanya perbuatan tingkah laku yang dilakukan secara berulang-ulang (longa et invetarata consuetindo).
    b. Syarat intelektual
    Adanya keyakinan hukum dari masyarakat yang bersangkutan (opinio necessitatis).
    c. Syarat akibat hukum apabila hukum itu dilanggar

Di Indonesia kebiasaan itu diatur dalam beberapa undang-undang yaitu antara lain:

Pasal 1339 KUHPerdata disebutkan bahwa “Perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan di dalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjiannya diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau undang-undang”.

Pasal 1346 KUHPerdata disebutkan bahwa “Apa yang meragu-ragukan harus ditafsirkan menurut apa yang menjadi kebiasaan dalam negeri atau di tempat persetujuan telah dibuat”.

Selanjutnya dalam Pasal 1571 KUHPerdata juga disebutkan bahwa: “Jika perjanjian sewa menyewa tidak dibuat dengan tertulis, maka perjanjian sewa menyewa tidak berakhir pada waktu yang ditentukan, melainkan jika pihak yang satu memberitahukan kepada pihak lain bahwa ia hendak menghentikan perjanjian dengan mengindahkan tenggang waktu yang diharuskan menurut kebiasaan setempat”.


Mengenai praktek administrasi negara sebagai sumber hukum formil, dapat dikatakan bahwa praktek itu membentuk hukum administrasi negara kebiasaan (hukum tidak tertulis). Hukum administrasi negara kebiasaan tersebut dibentuk dan dipertahankan dalam keputusan-keputusan para pejabat administrasi negara. Sebagai suatu sumber hukum formil, maka sering sekali praktek administrasi negara itu berdiri sendiri (zelfstandig) disamping undang-undang. Bahkan tidak jarang praktek administrasi negara mengesampingkan (opzijzetten) peraturan perundang-undangan yang telah ada.

R. Soeroso (2005: 155) menyatakan kelemahan dari hukum kebiasaan yaitu:

  1. bahwa hukum kebiasaan bersifat tidak tertulis dan oleh karenanya tidak dapat dirumuskan secara jelas dan pada umumnya sukar menggantinya, dan
  2. bahwa hukum kebiasaan tidak menjamin kepastian hukum dan sering menyulitkan beracara karena hukum kebiasaan mempunyai sifat aneka ragam.3) Keptusan-Keputusan Hakim (Yurisprudensi)
    Purnadi Purbacaraka menyebutkan bahwa istilah Yurisprudensi berasal dari kata yurisprudentia (bahasa latin) yang berarti pengetahuan hukum (rechtsgeleerdheid). Kata yurisprudensi sebagai istilah teknis Indonesia sama artinya dengan kata “yurisprudentie” dalam bahasa Perancis, yaitu peradilan tetap atau bukan peradilan. Kata yurisprudensi dalam bahasa Inggris berarti teori ilmu hukum (algemeene rechtsleer: General theory of law), sedangkan untuk pengertian yurisprudensi dipergunakan istilah-istilah Case Law atau Judge Made Law. Dari segi praktek peradilan yurisprudensi adalah keputusan hakim yang selalu dijadikan pedoman hakim lain dalam memutuskan kasus-kasus yang sama.Beberapa alasan seorang hakim mempergunakan putusan hakim yang lain (yurisprudensi) yaitu:
    a. Pertimbangan Psikologis
    Hal ini biasanya terutama pada keputusan oleh Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung, maka biasanya dalam hal untuk kasus-kasus yang sama hakim di bawahnya secara psikologis segan jika tidak mengikuti keputusan hakim di atasnya tersebut.b. Pertimbangan Praktis
    Pertimbangan praktis ini biasanya didasarkan karena dalam suatu kasus yang sudah pernah dijatuhkan putusan oleh hakim terdahulu apalagi sudah diperkuat atau dibenarkan oleh pengadilan tinggi atau MA maka akan lebih praktis apabila hakim berikutnya memberikan putusan yang sama pula. Di samping itu apabila keputusan hakim yang tingkatannya lebih rendah memberi keputusan yang menyimpang atau berbeda dari keputusan yang lebih tinggi untuk kasus yang sama, maka keputusan tersebut biasanya tentu tidak dibenarkan/dikalahkan pada waktu putusan itu dimintakan banding atau kasasi.

    c. Pendapat Yang sama
    Pendapat yang sama biasanya terjadi karena hakim yang bersangkutan sependapat dengan keputusan hakim lain yang terlebih dahulu untuk kasus yang serupa atau sama.

    4) Traktat (Treaty)
    Yaitu perjanjian antar negara/perjanjian internasional/perjanjian yang dilakukan oleh dua negara atau lebih. Akibat perjanjian ini ialah bahwa pihak-pihak yang bersangkutan terikat pada perjanjian yang mereka adakan itu. Hal ini disebut Pacta Sun Servada yang berarti bahwa perjanjian mengikat pihak-pihak yang mengadakan atau setiap perjanjian harus ditaati dan ditepati oleh kedua belah pihak.

    Ada beberapa macam traktat (treaty) yaitu:
    a. Traktat bilateral atau traktat binasional atau twee zijdig
    Yaitu apabila perjanjian dilakukan oleh dua negara. Contoh: Traktat antara pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Malaysia tentang Perjanjian ekstradisi menyangkut kejahatan kriminal biasa dan kejahatan politik.

    b. Traktat Multilateral
    Yaitu perjanjian yang dilakukan oleh banyak negara. Contoh: Perjanjian kerjasama beberapa negara di bidang pertahanan dan ideologi seperti NATO.

    c. Traktat Kolektif atau traktat Terbuka
    Yaitu perjanjian yang dilakukan oleh oleh beberapa negara atau multilateral yang kemudian terbuka untuk negara lain terikat pada perjanjian tersebut. Contoh: Perjanjian dalam PBB dimana negara lain, terbuka untuk ikut menjadi anggota PBB yang terikat pada perjanjian yang ditetapkan oleh PBB tersebut.

    Adapun pelaksanaan pembuatan traktat tersebut dilakukan dalam beberapa tahap dimana setiap negara mungkin saja berbeda, tetapi secara umum adalah sebagai berikut:

    1. Tahap Perundingan
    Tahap ini merupakan tahap yang paling awal biasa dilakukan oleh negara-negara yang akan mengadakan perjanjian. Perundingan dapat dilakukan secara lisan atau tertulis atau melalui teknologi informasi lainnya. Perundingan juga dapat dilakukan dengan melalui utusan masing-masing negara untuk bertemu dan berunding baik melalui suatu konferensi, kongres, muktamar atau sidang.

    2. Tahap Penutupan
    Tahap penutupan biasanya apabila tahap perundingan telah tercapai kata sepakat atau persetujuan, maka perundingan ditutup dengan suatu naskah dalam bentuk teks tertulis yang dikenal dengan istilah “Piagam Hasil Perundingan” atau “Sluitings-Oorkonde”. Piagam penutupan ini ditandatangani oleh masing-masing utusan negara yang mengadakan perjanjian.

    3. Tahap Pengesahan atau ratifikasi
    Persetujuan piagam hasil perundingan tersebut kemudian oleh masing-masing negara (biasanya tiap negara menerapkan mekanisme yang berbeda) untuk dimintakan persetujuan oleh lembaga-lembaga yang memiliki kewenangan untuk itu.

    4. Tahap Pertukaran Piagam
    Pertukaran piagam atau peletakkan piagam dalam perjanjian bilateral maka naskah piagam yang telah diratifikasi atau telah disahkan oleh negara masing-masing dipertukarkan antara kedua negara yang bersangkutan. Sedangkan dalam traktat kolektif atau terbuka peletakkan naskah piagam tersebut diganti dengan peletakkan surat-surat piagam yang telah disahkan masing-masing negara itu, dalam dua kemungkinan yaitu disimpan oleh salah satu negara berdasarkan persetujuan bersama yang sebelumnya dinyatakan dalam traktat atau disimpan dalam arsip markas besar PBB yaitu pada Sekretaris Jenderal PBB.

    5) Pendapat Sarjana Hukum (Doktrin)
    Biasanya hakim dalam memutuskan perkaranya didasarkan kepada undang-undang, perjanjian internasional dan yurisprudensi. Apabila ternyata ketiga sumber tersebut tidak dapat memberi semua jawaban mengenai hukumnya, maka hukumnya dicari pada pendapat para sarjana hukum atau ilmu hukum. Jadi doktrin adalah pendapat para sarjana hukum yang terkemuka yang besar pengaruhnya terhadap hakim, dalam mengambil keputusannya. Di Indonesia dalam hukum Islam banyak ajaran-ajaran dari Imam Syafi’i yang digunakan oleh hakim pada pengadilan Agama dalam pengambilan putusan-putusannya.

Referensi :

Wikipedia.id

Hartono Hadisuprapto, S.H.,2006.Pengantar Tata Hukum Indonesia,Liberty:Yogyakarta

Atmosudirdjo,Prajudi S.1984.Hukum Administrasi Negara.Jakarta: Penerbit Ghalia Indonesia

Sunindhia, Y.W.1992.Administrasi Negara dan Peradilan Administrasi.Jakarta:Penerbit Rineka Cipta

Kansil,C.S.T.2009.Hukum Tata Negara di Indonesia.Jakarta:Penerbit Sinar Grafika

Marbun,S.T,1987.Pokok-pokok Hukum Administrasi Negara,Liberty:Yogyakarta

E.Uteecht, S.H. ,1986.Pengantar Hukum Administrasi RI, Pustaka Tinta Mas:Surabaya

Christine S.T.Kanil, S.H.,1997.Modul Hukum Administrasi Negara,PT. Pradnya Paramita:Jakarta

E-book Hukum Administrasi Negara yang disusun oleh Bewa Ragawino, S.H., M.SI.

Sumber: http://www.kuliahhukum.com/resume-hukum-administrasi-negara/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar